Analis Penggunaan Paragraf pada Berita yang Bersumber dari Berbagai Blog yang Berbeda



Jumat 12 November 2017
Nama Blog : Komodo Education
Zaman makin hari makin berkembang, dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi ada yang menjadi dampak positif dan negatif bagi perkembangan anak masa kini atau sering disebut anak zaman now. Jarang ditemukan anak zaman now ini bersosialisasi dengan teman sebaya, mereka lebih di sibukkan bermain dirumah serta dikuasai oleh teknologi yang dimilikinya dan itu dibelikan para orang tua asal anak anteng (tenang dan diam) seperti Handphone, Ps, Tablet, Komputer dan lain-lain. Tidak heran jika permainan tradisional yang muncul pada era 90-an kini tidak sudah tidak ada lagi dan jarang ditemukan.
Permainan era 90-an merupakan permainan yang berasal di Indonesia yang menjadi budaya pada masanya. Kaian yang lahir pada tahun 90-an pasti pernah merasakan permainan ini. Anak-anak zaman dahulu begitu senang dengan permainan ini, bukan hanya rame untuk dimainkan namun permainan ini tergolong murah meriah dan juga melatih kebersamaan serta gotong royong sesama teman menjadi aktif, kreatif, mandiri, serta ceria.
Setelah sahabat komodo telusuri permainan era 90-an ternyata masih ditemukan didaerah perkampungan, salah satunya yakni Kampung Beugeg yang berada di Kota Sukabumi. Anak-anak dikampung Beugeg ini mereka sering bermain permainan tradisonal era 90-an ini dihari libur, atau seusai pulang sekolah atau sekolah agama. Ada beberapa permainan yang sering dan mereka sukai yakni permainan bebentengan, ucing lepar, kelereng, dan ular sawah. Ternyata benar dari permainan ini selain mereka senang dengan permainan yang dimainkannya mereka pun proses berpikirnya menjadi cepat dan juga terjalin kebersamaan sesama teman. Banyak sekali kan dampak positif dari permainan ini, para orang tua jang teralu memberikan kebebasan akan teknologi digital pada anak, biarkan anak berkembang bebas dengan teman-teman dilingkungannya.
Lebih Pilih Bahasa Atau Sastra?
Jumat, 27 Oktober 2017
Nama Blog : Gergaji Info
Universitas Muhammadiyah Sukabumi merupakan wadah bagi para pemuda untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Salah satunya Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, yang sebelumnya sempat bernama Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu merupakan wadah bagi mahasiswa yang berminat dalam bidang Bahasa atau Sastra Indonesia. Namun di sini yang menjadi titik permasalahannya yaitu minat yang diinginkan mahasiswa itu apakah Bahasa atau Sastra? Tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan, dikarenakan keduanya sama-sama berperan.
Ketika ditanya mengenai sastra dan bahasa pada mahasiswa jurusan pendidikan bahasa indonesia, beragam jawaban yang dilontarkan oleh masing-masing orang. Meskipun pada awalnya mereka sempat gelagapan dan kebingungan. Namun pada akhirnya mereka memberikan juga jawabannya. Ada yang menjawab langsung dengan mudahnya, adapula yang berputar-putar terlebih dahulu padahal jawaban intinya hanya satu kata.
Perwakilan setiap angkatan, kami ambil beberapa contoh, di antaranya semester 7 yang diwakili oleh Syifa dan Wulida keduanya sama-sama memilih bahasa. Dengan alasan bahwa kita selaku bangsa Indonesia harus menjungjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Karena kita harus bisa berbahasa indonesia yang baik dan benar.
Untuk semester 5 dari 24 mahasiswa lebih memilih sastra daripada bahasa. Sebanyak 15 mahasiswa memilih sastra dan 9 mahasiswa memilih bahasa. Alasan mahasiswa memilih sastra di antaranya menurut Erik bahwa “sastra mengajarkan kita untuk menghargai karya orang lain,” di sisi lain Risman Wildan mengatakan bahwa “Sastra itu hidup dan seni.”
Selanjutnya perwakilan dari semester 3 yaitu saudara Ikhsan Abdul Aziz memilih bahasa, “karena tidak akan ada sastra kalau tidak ada bahasa, maka dari itu bahasa lebih berperan.” Ujarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki pilihannya masing-masing memiliki alasan yang kuat dalam pilihannya akan bahasa ataupun sastra. Tentunya kita selaku warga Indonesia tetap mendukung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia dan mempelajari sastra Indonesia untuk dapat mempelajari bagaimana perjuangan sastrawan dalam melambungkan bahasa Indonesia ini. Salam Literasi.
Nasi Goreng: Sama Harga, Beda Rasa
Selasa, 31 Oktober 2017
Nama Blog : Kopi Darat News
Sukabumi, (30/10). Nasi goreng merupakan menu varian makanan yang paling sering dimakan orang pada saat jam makan siang ataujam istirahat. Nasi goreng merupakan nasi yang digoreng dengan ditambakan dengan bumbu dan varian lalap atau toping yang berbeda-beda sesuai dengan selera.
Tahukah pembaca bahwa harga juga bisa menjadi salah satu pembeda dari rasa yang diciptakan?
Redaksi Kopi Darat News melakukan penelitian ini. Nasi goreng yang ada di foodcourt Universitas Muhamadiyah Sukabumi dan nasi goreng yang ada di depan kampus UMMI yaitu di Dapoer UMMI atau lebih terkenal dengan Nasi Goreng Mbap.
Di Foodcourt UMMI, satu porsi nasi goreng dihargai Rp 10.000,00 Rupiah. Namun, tempat untuk menyantap di Foodcourt UMMI sangat leluasa, namun tetap berdesakan, apalagi di waktu istirahat makan siang, kita harus segera memesan makanan dan tempat.
Nasi Goreng di UMMI menggunakan ala nasi goreng Phattaya. Telur tidak dicampur ke dalam nasi goreng, tapi disajikan di bawah nasi goreng yang dibentuk seperti kubah. Uh, nyam,nyam. Sedangkan, di Dapoer UMMI, pemilik sekaligus koki, Mbap begitu dipanggilnya mencampur semua bahan ke dalam nasi.
Mahasiswa Gagap Pilkada
Sabtu, 21 Oktober 2017
Nama Blog : Dulcut Group
Tahukah kamu? Sukabumi akan menyelenggarakan pemilihan walikota baru yang akan menggantikan H. Mohamad Muraz dan Ahmad Fahmi. Pemilihan Ketua Daerah (Pilkada) Sukabumi serentak dilaksanakan pada tahun 2018 mendatang.
            Sosialisasi mengenai pilkada Sukabumi belum sepenuhnya menjamah masyarakat kota Sukabumi, khususnya mahasiswa yang ada di lingkungan Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI). Hal itu dibuktikan dengan hasil survei DULCUT GROUP kepada beberapa sampel mahasiswa. Sebagian mahasiwa belum mengetahui tanggal pasti akan diadakannya pilkada, bahkan ada pula yang sama sekali tidak mengetahuinya. Dari beberapa sampel, ada dua mahasiswa, Wulida (21) Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) dan Restu (19) Program Studi Pendidikan Matematika yang sudah mengetahui akan dilaksanakannya pilkada dengan melihat banner yang dipasang di sekitar kampus UMMI. Selain waktu pelaksanaan, dari keseluruhan sampel tidak ada yang mengetahui calon kandidat yang akan maju di pilkada tahun ini.
            Sebagian besar mahasiswa UMMI menganggap bahwa Sukabumi saat ini belum bisa bersaing dengan kota-kota lain. Sukabumi juga dianggap kurang baik dalam segi keamanan seperti terjadinya bentrokan baik antar kelompok geng motor, preman, maupun angkutan berbasis online dengan konvensional. Selain itu, dalam bidang infrastruktur seperti penyalahgunaan trotoar yang digunakan Pedagang Kaki Lima (PKL) sangat menumpuk sehingga menyebabkan kemacetan terutama di pusat kota. Meskipun demikian, Sukabumi juga dianggap sebagai kota yang baik dalam hal ketertiban lalu lintas seperti sering dilakukannya razia agar pengendara jalan lebih disiplin berlalu lintas dan dapat melengkapi surat-surat kendaraan.
Mahasiswa sebagai agen of change  tentunya menginginkan adanya perubahan dari segi apapun, baik infrastuktur, ekonomi termasuk pendidikan. Dalam hal ini yang lebih diutamakan adalah bidang pendidikan yang merata baik di kabupaten maupun kota. Sekolah tingkat dasar sampai menengah atas dianggap sudah cukup baik namun kurang dalam tingkat perguruan tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan hanya adanya satu universitas yaitu Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Mahasiswa lain pun berpendapat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) dinilai cukup banyak namun kurangnya pendidikan karakter. Maka dari itu, diharapkan adanya peningkatan dalam bidang pendidikan dan karakter.
Sebagian besar mahasiswa tidak terlalu antusias terhadap pilkada yang akan datang karena belum gencarnya sosialisasi. Kriteria pemimpin selanjutnya yang mereka harapkan adalah pemimpin yang jujur, amanah, bertanggung jawab, turun langsung ke lapangan, dapat merealisasikan program kerja, dan menjadikan Sukabumi yang lebih baik.
***
Berdasarkan hasil analisis dari keempat berita yang berasal dari berbagai sumber blog yaitu Komodo Education, Gergaji Info, Kopi Darat News, dan Dulcut Group di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dari keempat berita tersebut menuangkan berita dalam bentuk narasi. Namun berbeda halnya dalam penulisan paragraf satu diantara berita dari sumber blog di atas menggunakan paragraf induktif, selebihnya menggunakan kalimat deduktif. Berikut adalah uraian dari analisis berita di atas:
Berita dari Komodo Education yang berjudul Permainan Tradisional Tahun 90-an, Kopi Darat News yang berjudul  Nasi Goreng: Sama Harga, Beda Rasa, dan Dulcut Group yang berjudul Mahasiswa Gagap Pilkada menuliskan berita dalam bentuk narasi dan disajikan menggunakan pola umum-khusus (Deduktif).
Sedangkan berita dari Gergaji Info yang berjudul Lebih Pilih Bahasa Atau Sastra? Berita ini berbentuk narasi, hal dibuktikan pada tulisannya yang menceritakan tentang pilihan yang diambil antara bahasa dan sastra oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun berita tersebut disajikan menggunakan pola khusus-umum (induktif).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Indonesia adalah Bahasa Pemersatu Bangsa

Bahasa Bunyi dan Bunyi Bahasa

Mahasiswa UMMI Berkunjung ke Balai Bahasa Jawa Barat